Tuesday, August 19, 2014

Program Lama Masih Bercokol

362 Inisiatif Dicangkokkan di Nota Keuangan RAPBN 2015
(Selasa, 19 Agustus 2014)


JAKARTA, KOMPAS — Program inisiatif pemerintahan saat ini masih mendominasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. Beberapa program itu merupakan program populis. Presiden baru tak punya ruang gerak kecuali reformasi fiskal.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latief Adam, di Jakarta, Senin (18/8), menyatakan, anggaran yang bersifat dasar, sebagaimana janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada masa transisi, semestinya sebatas belanja mengikat dan rutin. Namun, faktanya, program-program inisiatif SBY masih ada dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015.

Selain itu, SBY juga masih ingin menorehkan program populis seperti kenaikan gaji dan uang makan pegawai negeri sipil dan TNI/Polri. Inisiatif ini semestinya diserahkan kepada pemerintah yang baru.

”Yang paling kelihatan adalah gaji PNS yang naik signifikan. Nuansa populis masih sangat kelihatan. Kenapa kenaikan itu tidak dilakukan pada anggaran kemiskinan dan infrastruktur misalnya,” kata Latief.

Reformasi fiskal, menurut Latif, paling mungkin dilakukan melalui revisi anggaran pada awal 2015. Revisi mesti bersifat terobosan.

Secara terpisah, anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dolfie OFP, menyatakan, komitmen SBY untuk membuat RAPBN 2015 bersifat anggaran dasar guna menyediakan ruang gerak untuk pemerintah baru tidak terpenuhi. Bersifat anggaran dasar maksudnya adalah anggaran belanja hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

Belanja dalam RAPBN 2015, menurut Dolfie, seyogianya maksimal sama dengan target pendapatan yang senilai Rp 1.762 triliun. Dengan demikian, RAPBN 2015 tanpa defisit. Namun, defisit atau utang ternyata mencapai Rp 257,5 triliun atau 2,32 persen terhadap produk domestik bruto.

Dominan
Dolfie berpendapat, defisit tersebut disebabkan belanja program pemerintahan SBY masih dominan. Sedikitnya terdapat 362 program pemerintahan SBY dalam nota keuangan RAPBN 2015. ”Akibatnya, ruang fiskal untuk pemerintahan baru sangat kecil, bahkan hampir tidak ada,” ujarnya.

Defisit sebagaimana ditetapkan konstitusi maksimal 3 persen terhadap PDB. Defisit APBN biasanya dipatok maksimal 2,5 persen karena mengasumsikan defisit seluruh APBD mencapai 0,5 persen terhadap PDB. Jika defisit RAPBN 2015 sudah mencapai 2,32 persen, ruang fiskal hanya mungkin diperoleh dengan meningkatkan penerimaan, memotong belanja, atau utang lagi.

Ruang fiskal bagi pemerintahan baru, kata Dolfie, dapat diperoleh apabila dilakukan realokasi serta penajaman program kementerian dan lembaga negara di luar belanja pegawai. Dalam RAPBN 2015, belanja kementerian dan lembaga negara mencapai Rp 600 triliun. Belanja pegawai diperkirakan Rp 323 triliun.

”Realokasi ini dapat dilakukan apabila ada kemauan politik dari pemerintahan SBY untuk memberikan kesempatan dalam pembahasan RAPBN di DPR untuk dilakukan realokasi program sesuai dengan kebijakan pemerintahan baru. Tanpa kemauan politik, pemerintahan baru tidak akan dapat bekerja optimal pada tahun anggaran 2015 yang telah menjadi tanggung jawabnya,” kata Dolfie.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, sejumlah program inisiatif SBY masih dipertahankan. Program tersebut, antara lain, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan program kucuran dana awal untuk 3.400 wirausaha pemula.

Seusai mengikuti penyampaian nota keuangan RAPBN 2015 pada Rapat Paripurna DPR, Jumat (15/8), Joko Widodo, selaku presiden terpilih sesuai ketetapan Komisi Pemilihan Umum, menyatakan harapannya agar program prioritasnya bisa langsung dikerjakan setelah dilantik. Program prioritas itu antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertanian.

Karena itu, ia berjanji akan melakukan reformasi fiskal. Reformasi itu menyangkut aspek penerimaan dan belanja. Dari aspek penerimaan, ia berjanji akan secepatnya meningkatkan pendapatan agar ruang fiskal yang saat ini sempit menjadi lebih lebar.

Dari aspek belanja, Jokowi berniat memotong anggaran subsidi energi secara bertahap. Ia juga akan mengefisienkan anggaran di setiap instansi pemerintah yang boros. (LAS)